Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Stoikisme: Obat Untuk Si Overthinking

“Man conquers the world by conquering himself” — Zeno

“Manusia menaklukkan dunia dengan menaklukkan dirinya sendiri” — Zeno


Image from freepik/jcomp

Zeno adalah seorang pedagang yang melakukan perjalanan dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya, untuk menjual dan membeli barang pada abad 3 Sebelum Masehi. Kegiatan perdagangan ini membuatnya menjadi pedagang kaya berkelimpahan harta.

Namun suatu hari, di tengah perjalanannya menuju Peiraeus, kapal yang ia naiki karam. Beruntung nyawa Zeno dapat selamat dan sampai di Athena. Namun naas, seluruh barang muatan dan segala kekayaannya habis ditelan lautan.

Bagaimana reaksi kalian ketika mengetahui segala yang kalian miliki lenyap dalam satu malam?

Sedih? Marah? Putus asa? Atau bahkan ingin mengakhiri hidup?

Manusia pada umumnya akan mengalami rasa amarah dan terpuruk luar biasa jika mengalami perubahan kehidupan drastis seperti yang dialami Zeno.

Tapi ternyata hal ini tidak berlaku untuk Zeno, pendiri filsafat Stoikisme.

SEJARAH

“A bad feeling is a commotion of the mind repugnant to reason, and against nature” — Zeno

“Perasaan buruk adalah kekacauan pikiran akibat menolak akal dan melawan alam” kata Zeno.

Dalam perjalanannya bertahan hidup dengan kemiskinan, Zeno sering mengunjungi seorang penjual buku di Athena. Di masa inilah ia menemukan Memorabilia Xenophon, sebuah buku yang mengenalkan Zeno dengan Socrates dan filosofinya. Pemikiran filsafat Socrates mengenai hakikat dari kehidupan manusia, dengan pendekatan rasionalisme dan kajiannya tentang kebahagiaan dan kebajikan, telah membuat Zeno terkagum.

Rasa kagumnya yang begitu besar pada Socrates, membuatnya mencari tahu. Dia menanyakan kepada sang penjual buku, kemana ia bisa mencari seseorang yang memiliki pemikiran serupa. Zeno ingin mempelajari lebih dalam pemikiran dan filosofi seperti yang dianut oleh Socrates.

Penjual buku tersebut memberitahu Zeno, tentang seseorang bernama Crates dari Thebes, seorang filsuf Sinisme. Zeno pun mencari Crates, menjadi murid Crates dan semakin mendalami ilmu filsafat.

Zeno kemudian mulai mengajar filsafat di sebuah bangunan dengan tiang besar dan memiliki teras di tengah Athena, Yunani. Bangunan ini disebut sebagai Stoa Poikile yang artinya “Teras Berwarna.” Dari sinilah istilah Stoa digunakan. Yang kemudian disebut Stoicism atau Stoic Philosophy. Itulah mengapa di Indonesia sendiri, Stoikisme juga dikenal dengan istilah Filosofi Teras.

STOIKISME

Stoikisme mempelajari tentang perkembangan logika baik retorika dan dialektika, fisika, etika, teologi serta politik. Namun lebih banyak berfokus pada etika.

Salah satu pandangan yang mencolok tentang etika stoikisme adalah bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia atau kontrol diri penuh, hidup pasrah menerima keadaannya di dunia. Sikap tersebut dianggap sebagai cerminan dari kemampuan logika manusia, bahkan menjadi kemampuan tertinggi dari semua hal.

“You have power over your mind, not outside events” — Marcus Aurelius

“Kamu memiliki kekuatan atas apa yang kamu pikirkan, bukan peristiwa yang terjadi di luar” begitu kata Marcus Aurelius.

Melalui kutipan ini Marcus ingin menyampaikan bahwa kita memiliki kendali penuh atas apa yang kita pikirkan. Dan hal itulah yang akan menuntun kita menjadi seseorang yang kita inginkan. Terlepas dari hal buruk apapun yang terjadi di sekitar kita. Bila kita berhasil memilah mana yang pantas masuk ke pikiran kita dan mana yang tidak pantas, maka kita akan mencapai ketenangan hidup.

Marcus Aurelius merupakan salah satu tokoh Stoikisme yang paling terkenal. Banyak kutipan dan cara pandang hidup Marcus Aurelius yang dijadikan inspirasi dalam menjalani hidup hingga saat ini.

Marcus Aurelius sendiri adalah seorang Kaisar yang memimpin kekaisaran Romawi pada 161–180 Sebelum Masehi. Dia memiliki kekuasaan sangat besar, namun menggunakan kekuasaannya dengan dengan cara kebaikan dan kebajikan. Bahkan seorang sejarawan terkenal Edward Gibbon menyebutkan bahwa dia adalah “Kaisar terakhir dari Lima Kaisar yang Terbaik.”

Marcus Aurelius juga banyak menulis jurnal perenungan diri. Jurnal yang pada awalnya tidak ditujukan untuk dipublikasikan. Jurnal ini bukan sekedar catatan pribadi, namun juga berisi ide-ide Stoic dari sudut pandangnya. Jurnal ini membuatnya mendapatkan pemahaman lebih baik mengenai siapa dirinya dan dampak apa yang ingin ia kontribusikan kepada dunia.

Jurnal tersebut kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Meditation”. Buku ini merupakan salah satu karya terpenting dalam filosofi Stoikisme yang masih tercatat dengan baik sampai saat ini.

LALU BAGAIMANA MENERAPKAN STOIKISME DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI?

Stoikisme secara sederhana, mengajarkan bagaimana menjaga pikiran yang tenang dan rasional, tidak peduli hal buruk apa pun yang terjadi pada diri kita, kita tetap fokus pada apa yang dapat kita kendalikan dan tidak khawatir atau memasrahkan hal-hal yang tidak dapat kita dikendalikan. 

Ajaran Stoikisme bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa poin yang bisa kita terapkan dalam hidup kita, diantaranya yaitu:

1. Fokus pada hal yang bisa kita kendalikan


“The more we value things outside our control, the less control we have”

Artinya “Semakin kita menghargai hal-hal yang ada di luar kendali kita, maka semakin sedikit kendali yang kita miliki”. Ungkapan tersebut disampaikan oleh Epictetus.

Dalam kalimat itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus fokus pada hal yang bisa kita lakukan dan kita kendalikan. Tidak ada gunanya menghabiskan waktu untuk mengurusi hal-hal yang tidak bisa kita ubah.

Contohnya kenyataan bahwa seseorang lahir di keluarga yang berkekurangan. Tentu akan menghabiskan waktu bila dia terus meratapi nasib bahwa dia hanyalah orang miskin dan tak mudah melakukan banyak hal, karena keterbatasan biaya.

Daripada berfokus pada kekurangan, lebih baik berfokus pada hal-hal apa yang bisa dilakukan dengan kekuatan yang dimiliki. Misalnya, menjadikan kemiskinan sebagai alasan untuk rajin belajar dan menjadi yang terbaik di sekolah. Dan kemudian menjadi alasan untuk bekerja keras dan terus meningkatkan skill dalam pekerjaan.

Epictetus sendiri adalah seorang budak. Selama hidupnya Epictetus sering diperlakukan dengan kasar. Saking seringnya ia dipukuli, ia sampai harus mengalami lumpuh dan pincang. Namun segala penderitaan tersebut tidak membuat ia terpuruk. Pengalaman buruk itu yang justru ia jadikan sebagai pelajaran untuk mengembangkan dan mengajarkan filosofi Stoikisme, dan membuatnya menjadi salah satu filsuf Yunani yang paling berpengaruh.

Epictetus memiliki banyak kumpulan catatan yang kemudian dijadikan sebagai salah satu karya tulis Yunani kuno yang terkenal dan dinamakan Diskursus Epictetus.

Bayangkan bila seorang Epictetus hanya berfokus pada kenyataan bahwa dia hanyalah seorang budak miskin yang tidak akan pernah bisa melakukan apa pun selain menjalani perintah majikannya.

Apakah mungkin kita akan membaca namanya dalam sejarah Stoikisme?

2. Jangan biarkan dirimu menderita karena memikirkan banyak masalah


Seneca, seorang negarawan Romawi, pengajar, sastrawan, dan filsuf Stoikisme yang kemudian menjadi penasehat bagi Kaisar Nero dalam menjalankan pemerintahan negara, pernah mengatakan

“People have suffered more often in imagination, than in reality”.

Yang artinya, “Banyak orang lebih tersiksa karena imajinasinya dibandingkan realitanya”.

Terkadang kita terlalu dalam, mengkaji suatu masalah, mengira-ngira siapa yang bersalah, memikirkan apa pendapat orang lain tentang kita, terlalu memikirkan bagaimana jika nanti hal-hal tidak berjalan sesuai rencana.

Akhirnya kita tersiksa oleh pikiran kita sendiri. Baik masalah yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.

Yang terjadi hidup kita semakin terpuruk dan penuh kesedihan. Padahal bisa jadi yang kita pikirkan semuanya salah dan tidak nyata.

Menurut Epictetus, ketika masalah datang, manusia memiliki dua pilihan: Pertama, adalah mengubahnya seperti keinginan kita. Atau kedua, menerimanya dengan lapang dada, bahwa begitulah kenyataan yang terjadi. Mana yang akan kalian pilih?

Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima kenyataan dan menggunakan hal-hal yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Menerimanya sebagai hal yang terbaik yang harus terjadi dengan bahagia.

3. Buatlah progres setiap hari, meskipun hanya langkah kecil


“Well being is realised by small steps, but its truly no small things”

Dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa “Kesejahteraan dicapai dengan langkah-langkah kecil, tetapi itu sama sekali bukan hal kecil” kata Zeno.

Ketika kamu memiliki satu tujuan atau cita-cita besar, maka buatlah target-target yang bisa kamu lakukan dalam jangka pendek untuk menuju ke cita-cita besarmu.

Kejar targetmu dan buatlah progres setiap harinya. Hal ini bisa membuatmu memandang cita-citamu lebih realistis dan lebih nyata untuk dicapai.

Jangan mengejar kesempurnaan, tapi kejarlah progres dan perkembangan. Sehingga kamu selalu menjadi setingkat lebih baik daripada hari kemarin. Jadi apakah kesempurnaan itu benar-benar ada?

4. Pelajari kehidupan dari orang hebat


“Not to assume it’s impossible because you find it hard. But to recognize that if it’s humanly possible, you can do it too”

Yang artinya “Jangan menganggap sesuatu tidak mungkin dilakukan hanya karena kamu merasa sulit. Tetapi sadarilah bahwa jika orang lain dapat melakukannya, maka kamu juga bisa melakukannya” kata Marcus Aurelius.

Marcus mengingatkan bahwa jika kita terus-menerus memiliki pandangan negatif, maka semua yang kita temui akan tampak negatif. Dan ketika kita berpikir tidak akan bisa melakukan sesuatu, kemungkinan besar kita benar-benar tidak akan bisa melakukannya.

Maka teruslah belajar dari orang-orang hebat, bila mereka bisa melakukannya, maka kita juga bisa melakukannya.

Kesulitanlah yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat.

5. Utamakan keberanian, kesederhanaan, keadilan, kebijaksanaan


Keberanian.

“You have passed through life without an opponent. No one can ever know what you are capable of, not even you.”

Yang dalam bahasa Indonesia “Kamu telah melewati hidup tanpa lawan, Tidak ada yang pernah tahu apakah kamu mampu, bahkan kamu sendiri tidak tahu” kata Seneca.

Dunia kadang ingin tahu dimana tempat yang tepat untukmu, itulah sebabnya ia kadang-kadang akan mengirimkan situasi sulit padamu. Pikirkan bahwa ini bukan sebagai ketidak-nyamanan atau bahkan tragedi. Tapi tanamkan dalam diri bahwa ini menjadi peluang, sebagai pertanyaan untuk jawaban. Dimana kamu akan berdiri nanti?

Kesederhanaan.

“Ask yourself at every moment, ‘Is this necessary?’”

“Tanyakan pada dirimi sendiri setiap saat, Apakah ini perlu?” Kata Marcus Aurelius.

Lebih lengkap lagi, Marcus berkata bahwa jika kamu mencari ketenangan, lakukan lebih sedikit. Atau lebih tepatnya lakukan apa yang benar-benar penting dan dengan cara yang diperlukan. Karena sebagian besar dari apa yang kita katakan dan lakukan tidak penting. Jika kamu dapat menghilangkannya, kamu akan memiliki lebih banyak waktu, dan lebih banyak ketenangan.

Keadilan.

“And a commitment to justice in your own acts. Which means: thought and action resulting in the common good. What you were born to do.”

Yang artinya “Dan komitmen untuk keadilan dalam tindakanmu sendiri. Dimana pikiran dan perbuatan akan menghasilkan kebaikan bersama. Untuk apa kita dilahirkan.” kata Marcus Aurelius.

Pada dasarnya manusia tidak dilahirkan untuk dirinya sendiri saja. Manusia diciptakan demi manusia yang lainnya, agar mereka dapat saling berbuat baik satu sama lain.

Maka, kita harus mengikuti alam sebagai panduan untuk mewujudkan kontribusi kita untuk kebaikan bersama. Marcus berkata bahwa Iman, ketabahan, dan kebenaran sangat penting untuk mempertimbangkan apa artinya bertindak tidak adil.

Kebijaksanaan

“We were given two ears and one mouth for a reason: to listen more than we talk.”

Kita diberi dua telinga dan satu mulut untuk sebuah alasan, yaitu supaya kita lebih banyak mendengarkan, daripada bicara.” Kata Zeno.

Dan lebih lanjut, karena kita memiliki dua mata, maka kita berkewajiban untuk membaca dan mengamati lebih banyak daripada berbicara.

Stoikisme mengajarkan kita untuk selalu bersikap bijaksana. Dimana kita perlu menjadi siswa yang rendah hati dan mencari guru yang hebat. Itulah mengapa kita tak boleh berhenti belajar dan terus berlatih. Kita harus pandai membedakan mana sinyal dan mana noise, suara bising yang tak perlu dihiraukan.

6. Hargai waktumu

“It’s not that we have a short space of time, but that we waste much of it.”

“Bukan karena waktu kita yang singkat, tapi karena kita telah banyak menyiakannya”. Kata Seneca. Kalimat ini dapat ditemukan dalam buku “On the Shortness of Life” yang merupakan salah satu buku oleh Seneca.

Seneca banyak menuliskan ide-idenya dalam surat-surat yang kemudian dikumpulkan menjadi salah satu karya terpenting di dalam filosofi stoikisme. Surat-surat koleksi Seneca ini dibuat menjadi buku yang berisi pesan dan pelajaran bagaimana menjalani hidup, bagaimana caranya bersikap, menghadapi orang lain, bagaimana caranya menjalani hidup sebaik mungkin, menghadapi segala kesulitan, sampai dengan lebih peka terhadap emosi seseorang.

Banyak orang mengeluhkan betapa sedikitnya waktu yang mereka miliki dalam hidup. Padahal, menurut Seneca, hidup ini cukup panjang dan telah diberikan dalam ukuran yang tepat untuk memungkinkan pencapaian hal-hal yang paling besar, jika kita dapat menggunakannya dan menginvestasikannya dengan baik.

Tetapi ketika waktu disia-siakan dalam kemewahan dan kecerobohan, hingga digunakan untuk tujuan yang tidak baik, dan kemudian kita mulai menyadari ada banyak hal penting yang harus kita lakukan, kita melihat semuanya sudah berlalu. Waktu kita mulai habis.

Contohnya adalah ketika seseorang memiliki kekayaan begitu banyak namun terasa tak bernilai dan tak berarti saat jatuh ke tangan orang yang tidak bijak. Sementara kekayaan yang terbatas, jika dititipkan kepada orang yang baik, akan bertambah jumlahnya. Sama halnya dengan hidup kita, sebenarnya cukup panjang bagi orang yang dapat menggunakannya dengan benar.

OUTRO

Pada intinya, kehidupan akan selalu memberikan kejutan pada kita. Adakalanya manis ada kalanya pula pahit. Namun semua pilihan ada di tangan kita. Apakah kita akan memandangnya sebagai musibah, atau menerimanya dengan ikhlas dan melihatnya sebagai tempa yang membuat kita menjadi lebih baik. The choice is yours!

“The nearer a man comes to a calm mind, the closer he is to strength” — Marcus Aurelius.

“Semakin dekat seseorang dengan pikiran yang tenang, semakin dekat dia dengan kekuatan”- Marcus Aurelius.

Sumber: Medium/1 Hari Sukses

Posting Komentar untuk "Stoikisme: Obat Untuk Si Overthinking"